“Ayah, jadi Akung punya adik berapa? Kalau Uti?”Pertanyaan anak-anak beberapa waktu yang lalu ini ternyata tidak berhasil dijawab dengan jelas oleh suami. Bukan apa-apa, tidak semua paklik dan bulik ia kenal. Keluarga orang tua suami memang cukup besar, hingga bukan hanya urutan, nama pun bisa tertukar. Saya sendiri setelah belasan tahun pernikahan juga masih belum benar-benar hafal mana yang saudara Bapak dan mana yang saudara Ibu mertua (alm). Tiap keluarga memang memiliki karakteristiknya masing-masing. Misalnya, ada anggota keluarga yang merantau cukup jauh dan lama hingga para keponakan dan sepupu pun tidak pernah saling bertemu. Jika orang tua tidak sempat atau karena alasan tertentu memang tidak secara aktif mengenalkan pada anak-anak, bisa jadi anak-anak pun tidak mengetahui keberadaan handai taulan ini. Ada juga keluarga yang cukup rajin mendokumentasikan silsilahnya, bahkan anak-anak diberi tahu akan adanya kerabat yang sudah meninggal lama sebelum mereka lahir.Akhirnya suami punya ide untuk meminta anak-anak bertanya langsung pada Akung mereka, bapak dari suami. Cara ini ternyata mengasyikkan bagi anak-anak. Mereka jadi “mewawancarai” Akung via video call, kemudian menuliskan hasilnya di dalam buku. Keesokan harinya, mereka juga menelepon Eyang Uti atau mama saya untuk menanyakan hal serupa. Rencananya, kalau sudah longgar, kami ingin membuat pohon keluarga dari catatan anak-anak. Kami masih mempertimbangkan antara membuatnya secara manual sekaligus untuk memfasilitasi kreativitas anak-anak, atau memanfaatkan teknologi dan menghemat tempat dengan situs atau aplikasi yang mempermudah pembuatan silsilah keluarga. Anak-anak sendiri dulu pernah mendapatkan tugas membuat pohon keluarga dari sekolah, tetapi versi sangat sederhana sesuai dengan usia mereka waktu itu. Saat itu, di tengah-tengah padatnya kesibukan bekerja, kami lebih pontang-panting mencari dan mencetak foto diri untuk ditempelkan ke pohon keluarga sesuai dengan instruksi dari guru yang harus dikumpulkan langsung esok harinya, alih-alih berfokus pada menceritakan riwayat keluarga. Padahal, kesempatan bercerita pada anak soal keluarga besar ini sayang kalau dilewatkan. <img loading="lazy" aria-describedby="caption-attachment-9339" data-attachment-id="9339" data-permalink="https://ceritaleila.com/2021/10/15/mengenalkan-pohon-keluarga-kepada-anak/tugas-fahira-pohon/" data-orig-file="https://ceritaleila.files.wordpress.com/2021/10/tugas-fahira-pohon.jpeg" data-orig-size="2592,4608" data-comments-opened="1" data-image-meta="{"aperture":"2","credit":"","camera":"Redmi Note 3","caption":"","created_timestamp":"1605642911","copyright":"","focal_length":"3.57","iso":"1296","shutter_speed":"0.058823529411765","title":"","orientation":"0"}" data-image-title="tugas Fahira pohon" data-image-description="" data-image-caption="<p>Foto tugas sekolah membuat pohon keluarga belum ketemu, sementara ini dulu lah, ya.Foto tugas sekolah membuat pohon keluarga belum ketemu, sementara ini dulu lah, ya.Apa saja, sih, memangnya, manfaat membuat pohon keluarga? Banyak, antara lain:Menguatkan pemahaman anak akan identitas dirinya. Anak-anak bisa makin menyadari bahwa ia adalah bagian dari keluarga dan masyarakat yang cukup besar, sekaligus mengetahui bahwa keluarga kit a punya keunikan yang dipengaruhi oleh daerah asal, suku, maupun kebiasaan bersama.Mengajak anak untuk belajar dan menyukai sejarah. Di bangku sekolah, pelajaran sejarah mungkin bisa menjadi membosankan. Lewat pembuatan pohon keluarga, kita bisa sekaligus menyelipkan cerita tentang kakek buyut yang ikut berjuang melawan penjajah, misalnya. Kalaupun tidak ada cerita seperti ini atau informasinya tidak diketahui, kita bisa menggambarkan seperti apa negeri ini pada masa kakek nenek masih muda.Menjadi kegiatan menyenangkan yang bisa dikerjakan bersama-sama sekeluarga. Kita bisa berbagi tugas untuk menyiapkan peralatan, menyusun konsep awal, mewawancarai anggota keluarga, sampai menghias dan menempel pohonnya jika berbentuk fisik.Menjaga silaturahim. Dalam Islam, salah satu hak orang tua yang sudah meninggal adalah diteruskan silaturahimnya oleh anak-anak. Kalau merujuk ke definisi aslinya, silaturahim ini khususnya adalah kepada beliau-beliau yang memang memiliki hubungan darah. Jika keberadaannya saja tidak disadari, bagaimana anak akan meneruskan tali silaturahim?Sebuah penelitian di Emory University tahun 2010 menyimpulkan bahwa makin banyak pengetahuan anak mengenai sejarah keluarganya, makin percaya diri pula anak. Membantu untuk mencatat dan memahami kondisi kesehatan. Ada beberapa penyakit yang sifatnya memang diturunkan, sehingga informasi soal keberadaan penyakit ini bisa mendorong untuk menerapkan gaya hidup yang lebih sehat untuk mencegah penyakit tersebut menyerang atau memburuk. Juga bisa dijadikan bekal untuk pertimbangan pengambilan keputusan kelak, seperti pernikahan.Melatih anak berempati lewat cerita tentang kerabat yang menginspirasi atau mengharukan. Misalnya, dari kisah perjuangan salah seorang paman, anak bisa belajar bahwa usaha diiringi dengan doa memang akan membuahkan hasil meskipun bentuk dan waktunya adalah hak ALlah, sehingga menyemangati anak juga untuk tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan.Memancing kejelian anak untuk mengamati detail kemiripan fisik antarkerabat.Pembuatan pohon keluarga bukan cuma terkait dengan pengenalan nama dan hubungan keluarga. Lebih dari itu, kita juga bisa sekaligus mengenalkan aneka hobi dan profesi kepada anak. Juga bercerita tentang berbagai daerah di nusantara hingga mancanegara jika ada anggota keluarga yang tinggal di sana. Kisah-kisah unik yang menginspirasi ataupun memancing tawa (selama tidak membuka aib, ya …) juga bisa membuat anak-anak tahu bahwa ada beragam sekali karakter dan pengalaman manusia.
Kita pun bisa sambil mengajak anak bermain tebak-tebakan, menyelidiki, atau balik bertanya kepada anak sejauh mana pemahamannya atas cerita yang sudah kita sampaikan. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Aktivitas membuat, menambah, dan mengulik pohon keluarga ini juga bisa dibuat jadwal rutinnya, misalnya sepekan sekali, agar kita punya waktu untuk menyiapkan bahan, juga menjaga antusiasme anak lebih terbangun (tidak cepat bosan), sehingga menjadi sesuatu yang ditunggu-tunggu. Pada masa pandemi ini, pohon keluarga juga bisa menjadi topik obrolan seru yang tak habis-habis digali ketika melakukan panggilan video pada karib kerabat. Adakalanya kita “mati gaya” ketika mengobrol jarak jauh dengan keluarga besar yang tidak terlalu akrab, tetapi di sisi lain kecanggungan ini juga perlu dijembatani. Pohon keluarga bisa menjadi bahan pembicaraan yang menyenangkan. Terbukti, tempo hari anak-anak juga langsung bisa “nyambung” aktif bertanya soal hubungan kekeluargaan ini ketika ternyata ada adik dari bapak mertua yang saat mereka menelepon akungnya kebetulan sedang berkunjung ke situ, alih-alih diam karena malu seperti biasanya.#Writober2021

https://ceritaleila.com/2021/10/15/mengenalkan-pohon-keluarga-kepada-anak/